Australia Didesak untuk Membantu Pengungsi yang Bertahun-tahun Berada di Indonesia

Pemerintah Australia telah didesak untuk mengambil langkah guna membantu para pengungsi di Indonesia yang tidak memiliki hak untuk bekerja dan telah tinggal di jalanan di negeri itu.

Refugees Demo for UNHCR in Indonesia

The Australian government has been urged to act to help refugees in Indonesia without work rights who have been living on the streets in Indonesia. Source: Mika Muhammad / Barcroft Media via Getty Images

Selama enam hari, sekelompok pengungsi di Indonesia bertahan melalukan protes di depan kantor-kantor badan pengungsi PBB UNHCR di lima kota - Jakarta, Makassar, Tanjung Pinang, Batam dan Surabaya.

Para pengungsi dari Timur Tengah ini telah tinggal di pusat-pusat penahanan dan, dalam beberapa kasus, di jalanan.
Refugees in Indonesia
Refugees stranded for years in Indonesia are calling for integration into Indonesian society or resettlement in a UN Refugee Convention country. (Twitter/AryanKhann007) Source: Twitter/AryanKhann007
Pendanaan dari pemerintah Australia bagi badan pengungsi PBB, Organisasi Migrasi Internasional (IOM), untuk membantu mereka yang berada di pusat-pusat penahanan telah habis, , yang juga merupakan aggota dari Jaringan Pengungsi dan Pencari Suaka Indonesia (JAPPSI).

Bulan lalu, jumlah pengunjuk rasa selain karyawan UNHCR di Jakarta Pusat mendekati 1.000 orang, mendorong juru bicara Dewan Perwakilan Rakyat Indonesia untuk menyampaikan pesan ke Australia.

Bambang Soesatyo mengatakan kepada  bahwa Australia tidak boleh menghindari tanggung jawabnya sebagai negara anggota Konvensi Pengungsi untuk menerima pengungsi yang transit di Indonesia, negara yang tidak emnjadi anggota konvensi ini.

'Kami terisolasi, terpinggirkan di Indonesia'

Pengungsi yang ikut dalam protes tersebut berasal dari Afghanistan, Sudan, Somalia, Myanmar, Iran dan Irak.

Pengungsi Afghanistan, JN Jonaid, mengatakan enam tahun yang dihabiskannya di Indonesia telah membuat frustrasi dan melelahkan.

"Kami frustasi dan kelelahan karena permainan penantian pemukiman kembali yang tak ada hentinya, terkurung di penjara terbuka dan secara efektif disangkal hak-hak asasinya yang mendasar, seperti hak untuk bekerja, hak untuk pendidikan, dan hak untuk bergerak," katanya.
"Kami menuntut solusi baik dari pemerintah lokal dan juga internasional - untuk pemukiman kembali ke negara ketiga dan integrasi hukum di Indonesia. Indonesia bukanlah peserta penandatangan konvensi pengungsi PBB, dan kami terisolasi dari masyarakat Indonesia lainnya dan terus terpinggirkan."

Ia mengatakan bahwa pengungsi yang terdaftar di PBB sebelum Maret 2018 menerima tunjangan bulanan sebesar AUD $ 100 sebulan dari IOM. Tetapi mereka yang tidak terdaftar "benar-benar miskin dan tidur di jalanan".

Maret 2018 menandai tanggal ketika pemerintah Australia  bagi setiap pengungsi atau pencari suaka yang baru tiba setelah tanggal tersebut. Hal ini mengakibatkan 5.000 pengungsi di Indonesia tidak memiliki bantuan formal.

"Kami mengandalkan orang-orang yang percaya pada pengungsi dan hak asasi manusia, baik mereka yang berada di Indonesia atau Australia, untuk mendukung kami," kata JN Jonaid.

Australia didesak untuk melakukan lebih

Sesuai perjanjian bilateral antara Australia dan Indonesia, pemerintah Indonesia telah sepakat untuk mencegat dan menahan para pencari suaka yang menuju ke Australia.

Karena Indonesia bukanlah anggota Konvensi Pengungsi, pihak berwenang negara itu merujuk para pencari suaka ke IOM untuk manajemen kasus dan yang kemudian dapat merujuk mereka ke UNHCR untuk membuat klaim suaka. Sebagai badan antar pemerintahan, IOM menerima dana dari pemerintah, termasuk pemerintah Australia.

Pengaturan Kerja Sama Regional (RCA) dari tahun 2004 memiliki penekanan yang semakin besar pada penahanan, difasilitasi oleh IOM dan menggunakan dana dari Australia.

Deklarasi Bali 2016 tentang Penyelundupan Manusia mencakup perubahan untuk menangani penyelundupan manusia atas nama perlindungan pengungsi. Perjanjian 2016 juga menetapkan bahwa jalur perlindungan pengungsi harus ditangani melalui pihak-pihak internasional yang bukan negara.

Mark Goudkamp dari Refugee Action Coalition mendesak pemerintah Australian untuk melakukan lebih bagi para pengungsi yang terlantar di Indonesia.
"Australia adalah penandatangan Konvensi Pengungsi PBB, tetapi Australia telah memperpanjang kebijakan pencegahan pengungsinya ke Indonesia, membekukan pemukiman kembali bagi siapa pun yang terdaftar di PBB sejak Juli 2014. Kebijakan mereka memperlakukan hampir 15.000 pengungsi di Indonesia sebagai sandera batas waktu.

"Sangatlah memalukan bahwa pada saat yang sama Australia mendanai apa yang disebut 'Assisted Voluntary Return'. Para pengungsi takut untuk kembali ke negara kami karena perang dan konflik masih berlangsung di sana."

Indonesia menampung sekitar 14.000 pengungsi dan pencari suaka dari berbagai negara termasuk Afghanistan, Myanmar dan Somalia.

Share
Published 7 August 2019 1:21pm
Source: SBS News


Share this with family and friends