'Sangat Bersyukur': Bagaimana Status Penduduk Tetap Australia Mengubah Hidup Keluarga Ini Selamanya

Satu keluarga di Canberra yang sempat ditolak permohonan tinggal permanennya karena gangguan perkembangan putra mereka kini berencana untuk dapat memulai usaha tempat makan untuk mempekerjakan orang-orang yang memiliki disabilitas, setelah Menteri Imigrasi turun tangan dan memberi mereka visa tinggal.

Australian visa

Source: Getty Images/Stadtratte

Selama lebih dari empat tahun, dosen University of Canberra Dr Yuli Rindyawati

Dirinya yakin bahwa keluarganya, khususnya anak bungsunya Dimas yang didiagnosis autisme saat berusia lima tahun, akan memiliki kualitas kehidupan yang jauh lebih baik di Australia karena ada lebih banyak kesempatan bagi anak-anak berkebutuhan khusus dibandingkan dengan di negara asalnya, Indonesia.

"Fasilitas dan kesempatan untuk sekolah dan bekerja bagi anak-anak autis di Indonesia masih agak susah. Inilah yang harus kita perjuangkan," Dr Rindyawati mengatakan pada SBS Indonesian.
PR petition
Dimas had learnt to ride a bike when he was attending Malkara (Special) School. Source: Supplied
Tetapi Departemen Dalam Negeri menolak permohonan penduduk tetap keluarga tersebut pada bulan November 2017, dengan kondisi kesehatan Dimas disebut sebagai alasannya.

"Dinyatakan bahwa kondisi autis ini nanti akan berdampak pada biaya yang signifikan terhadap komunitas Australia, terutama di bidang kesehatan dan pelayanan publik," ungkapnya. 

Usahanya untuk membalikkan keputusan tersebut di tingkat Administrative Appeals Tribunal juga gagal pada bulan Mei tahun lalu, mendorong koleganya di University of Canberra untuk meluncurkan , meminta Menteri Imigrasi untuk mengijinkan keluarga ini tinggal di Australia.

Menteri pada akhirnya setuju untuk mengintervensi kasus ini dan menyetujui permohonan kependudukan tetap keluarga ini pada bulan Desember 2019, 

Dr Rindyawati mengatakan keputusan menteri tersebut telah mengubah hidup keluarganya, terutama hidup Dimas.

"Walaupun dia [Dimas] mungkin nggak ngerti apa yang terjadi ya.. tapi dia sekarang wajahnya beda sekali, nggak sedih seperti dulu," ungkapnya. "Gurunya pun juga bilang begitu."
PR petition
Swimming is now one of Dimas' hobbies. Source: Supplied
Meski keluarga ini telah menggunakan jasa terapis sebelumnya, banyaknya biaya yang dikeluarkan membuat mereka kesulitan untuk mengakses lebih banyak lagi layanan semacam ini. Namun sejak menjadi penduduk tetap, Dimas dapat mengakses layanan-layanan kesehatan mental, seperti terapi musik, yang dikatakan Dr Rindyawati membawa banyak perubahan.

"Ternyata ada banyak suport yang bisa kita akses secara free, terutama di Canberra ini, termasuk terapi dan grup activities seperti musik untuk meningkatkan konsentrasi," ujarnya.

"Dengan banyaknya kegiatan yang diikuti dan terbiasa bertemu banyak orang, saya melihat Dimas ini nanti akan bisa lebih improve dan bukan tidak mungkin nanti dia bisa bekerja," ujar Dr Rindyawati. "Dari yang awalnya [Dimas] tidak bisa kita kontrol hingga kemudian dia tahu beberapa rutinitas tanpa saya beritahu. Saya senang sebagai orang tua melihat dia seperti itu."
Kini setelah lebih dari 10 tahun tinggal di Canberra, keluarga ini berencana untuk membuka cafe masakan Indonesia yang tujuannya tidak hanya untuk mempekerjakan Dimas tetapi juga mereka yang memiliki disabilitas agar dapat hidup mandiri.

Dr Rindyawati mengatakan dirinya telah mencari-cari tempat yang cocok untuk memulai usaha ini setelah mereka menjadi penduduk tetap. Tetapi kebakaran hutan menghentikan rencana mereka. 

Kini mereka sedang menunggu pembatasan pandemi virus corona untuk segera berlalu dan akan mulai menjalankan rencananya.

"Saya sangat bersyukur atas mereka yang telah membantu kami. Karena jika tidak diijinkan menetap di sini, Dimas tidak akan memperoleh kehidupan seperti yang ia dapatkan di sini," ujarnya.


Share
Published 15 May 2020 1:35pm
By Tia Ardha


Share this with family and friends