Aktivis Lingkungan Indonesia Golfrid Siregar Dikhawatirkan Dibunuh

Kelompok Hak Asasi Manusia mengatakan seorang pengacara Indonesia kemungkinan besar dibunuh karena melindungi lingkungan.

Golfrid Siregar was a lawyer with Indonesia's largest environmental NGO

Golfrid Siregar was a lawyer with Indonesia's largest environmental NGO. Source: Facebook

Golfrid Siregar mengabdikan hidupnya untuk membela lingkungan Indonesia dan mengekspos korupsi.

Ini adalah peran yang keluarga Mr Siregar takutkan mungkin telah mengambil nyawanya.

Sejak 2016, Golfrid Siregar bekerja sebagai pengacara di WALHI Sumatera Utara. WALHI merupakan LSM advokasi lingkungan terbesar dan tertua di Indonesia.

Pekerjaannya baru-baru ini termasuk mengajukan gugatan terhadap Gubernur Sumatera Utara atas persetujuan bendungan hidroelektrik yang kontroversial yang mengganggu habitat orangutan yang terancam punah.

Mr Siregar juga mengajukan keluhan terhadap petugas polisi setempat atas keputusan untuk menghentikan penyelidikan terhadap dugaan pemalsuan penilaian dampak lingkungan untuk proyek yang sama.

"Dia adalah otoritas hukum yang sangat dihormati, dan merupakan pemain kunci dalam apa yang telah menjadi pertempuran global untuk mencoba menyelamatkan spesies kera besar paling langka di bumi," Profesor Bill Laurance dari Universitas James Cook mengatakan kepada SBS News.

Setelah kematian Mr Siregar awal bulan ini, kelompok HAM terbesar di Indonesia menyerukan polisi nasional dan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia untuk melakukan penyelidikan.

“Sayangnya, ada beberapa kasus dimana orang yang membela lahan dan hutan telah mati secara misterius di Indonesia dalam lima tahun terakhir,” kata peneliti Human Rights Watch, Andreas Harsono.
Golfrid Siregar died this month in North Sumatra
Source: Facebook

Kematian yang Mencurigakan

Sekitar pk 01.00 pada hari Kamis 3 Oktober, tubuh Mr Siregar, 34 tahun, ditemukan bersimbah darah dan tidak sadar di sebuah jalan di kota Medan.

Dia dibawa ke rumah sakit dan dirawat karena cedera kepala yang signifikan, tetapi meninggal tiga hari kemudian.

Kepolisian Sumatera Utara awalnya menyebut kematian Mr Siregar sebagai akibat dari kecelakaan lalu lintas, sebuah teori yang mereka tegaskan setelah penyelidikan lebih lanjut pada minggu lalu.

"Penyelidikan kami menunjukkan bahwa korban meninggal karena cedera yang diderita dalam kecelakaan tunggal," ungkap Kapolda Sumut Inspektur Jenderal Agus Andrianto kepada The Jakarta Post.

Polisi dilaporkan menangkap tiga pria karena mencuri dompet, telepon, dan laptop Mr Siregar ketika dia terbaring tak sadarkan diri.

Tetapi keluarga dan rekan-rekan dari Mr Siregar mengklaim bahwa ketika mereka mengunjunginya di rumah sakit, ia tidak menunjukkan cedera yang konsisten dengan kecelakaan lalu lintas.

"Kepala (nya) menderita cedera parah, karena hantaman keras benda tumpul, sedangkan bagian tubuhnya yang lain tidak menunjukkan cedera yang konsisten dengan kecelakaan lalu lintas," kata seorang juru bicara WALHI dalam sebuah pernyataan.

"Ada memar di mata kanan korban... motornya tidak rusak dan helmnya hilang".
Mr Siregar dedicated his life to environmental campaigns in Indonesia
Source: Facebook
Kepolisian Sumatera Utara diberitakan mengklaim bahwa Mr Siregar memiliki kadar alkohol dalam tubuhnya, sebuah klaim yang dibantah oleh mereka yang bersamanya beberapa jam sebelum meninggal.

"Orang-orang ini, mereka sangat akrab dengan kecelakaan sepeda motor. Dan mereka yakin bahwa ia dibunuh,” kata Mr Harsono.

Menyelamatkan Hutan

Selama bekerja dengan WALHI di Sumatera Utara, Mr Siregar telah membela beberapa komunitas lokal dalam sengketa tanah dengan perusahaan-perusahaan penebangan, pertambangan dan kelapa sawit.

Tetapi kampanye melawan Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Batang Toru di Sumatera Utaralah  yang menarik perhatian internasional, karena kedekatan PLTA ini dengan populasi sebanyak kurang dari 800 orangutan Tapanuli yang terancam punah.

“Ketika pemerintah Indonesia mempersiapkan proyek ini, mereka mendekati Bank Dunia dan pemberi pinjaman utama lainnya dan diberitahu ‘tidak, wilayah ini tidak bisa disentuh. Tidak mungkin daerah ini dikembangkan', "kata Profesor Laurance.

"Ketika Anda membangun jalanan, membuat saluran listrik dan pekerjaan lainnya yang terkait dengan pembangkit listrik ini, Anda memecah populasi, Anda membuka area tersebut untuk perambahan lebih lanjut, penebangan, perburuan ilegal."

PLTA Batang Toru dibiayai oleh Bank of China milik pemerintah Cina, di bawah gerakan 'Belt and Road'.

Proyek tersebut, yang masih dalam tahap pembangunan, diharapkan akan beroperasi pada tahun 2022.

Pertanyaan Tak Terjawab

Profesor Laurance mengatakan bahwa ancaman dan intimidasi terhadap mereka yang menentang proyek ini sudah biasa terjadi.

"Ini bukanlah sesuatu yang tidak pernah terjadi. Ada intimidasi terbuka terhadap orang Indonesia dan lainnya, para ilmuwan tidak diijinkan untuk menghadiri pertemuan-pertemuan penting di sana,” ujar Profesor Laurance.

Pada saat berita ini diturunkan, PT NSHE belum menanggapi pertanyaan dari SBS News terkait kematian Mr Siregar atau pun dugaan ancaman kekerasan terhadapnya.

Human Rights Watch mengatakan bahwa di seluruh Indonesia, telah ada beberapa kasus dimana aktivis lingkungan menjadi sasaran serangan kekerasan dalam 5 tahun terakhir.

"Ada kasus Salim Kancil yang diserang, meninggal karena membela lahan pertaniannya di Lumajang di Jawa Timur dari perusahaan penambangan pasir," kata Mr Harsono.

“Pengacara Yanes Balubun meninggal dalam kecelakaan lalu lintas saat tengah malam di Ambon - kasus itu masih belum terselesaikan.

“Kasus seperti ini cenderung terjadi di daerah-daerah terpencil. Pada tengah malam, tidak ada saksi. Itu sebabnya para aktivis curiga, karena banyak dari kasus ini tidak terselesaikan."

Share
Published 16 October 2019 3:43pm
Source: SBS News


Share this with family and friends