Pengadilan Indonesia menemukan pemrotes anti-rasisme Papua bersalah atas tindakan makar

Pengadilan Negeri Balikpapan telah menjatuhkan vonis terhadap tujuh tapol Papua dalam kasus tindakan makar terkait unjuk rasa menolak rasialisme pada Agustus 2019 di Papua.

Ferry Gombo west papua

Ferry Gombo (C), the president of the University of Cenderawasih, has been sentenced to 10 months in prison for treason by an Indonesian court Source: Twitter

Pengadilan Negeri Indonesia mendapati tiga dari tujuh pria Papua bersalah atas makar pada hari Rabu dalam pengadilan tingkat tinggi yang diawasi ketat sebagai indikator kebebasan politik di negara demokrasi terbesar ketiga di dunia itu.

Pengadilan Negeri Balikpapan menjatuhkan  hukuman 11 bulan terhadap 3 orang terdakwa yaitu  Buchtar Tabuni, seorang tokoh aktivis senior Papua dalam Gerakan Pembebasan Bersatu untuk Papua Barat, Agus Kossay, Ketua Komite Nasional Papua Barat (KNPB), dan Ketua KNPB Mimika, Steven Itlay.

Sebelumnya Jaksa Penuntut meminta hakim menjatuhkan hukuman penjara lima hingga 10 tahun kepada mereka.

Tiga terdakwa lainnya dijatuhi hukuman penjara selama 10 bulan, yaitu
mahasiswa Fery Kombo, eks Ketua BEM Universitas Cenderawasih Papua dan Irwanus Uropmabin, mahasiswa Universitas Sains dan Teknologi Jayapura (USTJ) dan Ketua BEM Universitas Sains dan Teknologi Jayapura, Alex Gobay; Hengky Hilapok; masing-masing dihukum 10 bulan.

Hakim mengatakan Uropmabin dinyatakan bersalah atas makar karena membuat selebaran pro-referendum dalam demonstrasi anti-rasisme yang melanda seluruh Papua tahun lalu.

West Papua Buchtar Tabuni
Buchtar Tabuni was sentenced to 11 months in prison for treason by an Indonesian court Source: Twitter
Ketiga orang Papua itu adalah bagian dari kelompok "Tujuh Balikpapan" aktivis Papua Barat dan mahasiswa yang ditangkap oleh polisi Agustus lalu karena terlibat dalam kerusuhan anti-rasisme yang meletus di provinsi paling timur Indonesia itu pada Agustus lalu.

Demonstrasi itu dipicu oleh serangan rasis terhadap beberapa siswa Papua di Jawa, di mana mereka disebut "monyet".

Vonis untuk empat terdakwa lainnya, yang menghadapi hukuman antara lima dan 15 tahun penjara, diharapkan pada hari Rabu.

Human Rights Watch mengatakan hukuman yang dijatuhkan pada hari Rabu secara signifikan lebih rendah dari apa yang diminta oleh jaksa penuntut, tetapi menyatakan bahwa tidak seorang pun warga orang Papua yang harus "tingal satu malam di balik jeruji besi".
"Mereka memprotes rasisme tetapi dihukum karena makar," kata Andreas Harsono, peneliti Human Rights Watch Indonesia, kepada Reuters.

"Pelanggaran di sini bukanlah tindakan orang Papua, tetapi kesediaan Jakarta untuk menuntut perbedaan pendapat yang damai dan menodai reputasi internasional Indonesia."

Tujuh orang Papua ditangkap di ibukota provinsi Jayapura tahun lalu dan dipindahkan ke Balikpapan di Kalimantan Indonesia untuk alasan keamanan.

Provinsi Papua dan Papua Barat yang kaya sumber daya dan terpencil berada di bawah pemerintahan Indonesia setelah referendum 1969 yang kontroversial yang disetujui oleh PBB.

Activists staging a protest supporting West Papua's call for independence from Indonesia in Jakarta.
Activists staging a protest supporting West Papua's call for independence from Indonesia in Jakarta. Source: EPA
Pemberontakan tingkat rendah untuk kemerdekaan telah terjadi sejak referendum itu dan topik itu tetap sangat sensitif terhadap pemerintah Indonesia.

Mengibarkan bendera Bintang Kejora, simbol kemerdekaan Papua, dilarang di Indonesia.

Tokoh kemerdekaan Filep Karma dihukum karena makar setelah mengibarkan bendera di depan umum dan menghabiskan 11 tahun dalam penjara sebelum pembebasannya pada tahun 2015.

Pengadilan Balikpapan telah menarik tingkat dukungan yang tidak biasa di Indonesia, di mana bertepatan dengan gerakan Black Lives Matter di Amerika Serikat.

Aksi protes di AS itu telah menginspirasi adaptasi lokal - Papua Lives Matter - yang telah digunakan orang Indonesia di media sosial dan demonstrasi jalanan yang menyerukan pembebasan orang Papua.

Gerakan global juga telah memicu forum online tentang rasisme dan diskriminasi yang dirasakan di Indonesia, peristiwa yang menurut aktivis telah menjadi halangan dan intimidasi.


 

 


Share
Published 17 June 2020 8:05pm
Updated 17 June 2020 8:13pm


Share this with family and friends