Para pendukung calon presiden Indonesia yang kalah, Prabowo Subianto, telah bentrok dengan pasukan keamanan dan membakar sebuah asrama polisi di Jakarta setelah diumumkannya hasil resmi Pemilu.
Laporan media lokal mengutip walikota Jakarta Anies Baswedan menyebutkan enam orang tewas dalam bentrokan tersebut, dengan sedikitnya 200 orang cedera.
Juru bicara Kepolisian Nasional Dedi Prasetyo mengatakan protes itu berubah menjadi kekerasan pada Selasa petang dan berlanjut pada malam hari, dengan para demonstran berusaha untuk memaksa masuk ke kantor-kantor badan pengawas pemilu.
Lebih dari 20 orang telah ditahan, menurut polisi.
Rekaman video menunjukkan para pengunjuk rasa melemparkan batu, asrama polisi paramiliter yang terbakar dan ratusan polisi anti huru hara di daerah pusat kota.
Pada hari Rabu, para demonstran dan pasukan keamanan terus berhadapan, dengan para demonstran membakar kendaraan dan polisi menembakkan gas air mata serta peluru karet.
"Pada pukul 9 pagi (waktu setempat), tercatat ada enam korban tewas," kata Anies.
Polisi tidak dapat segera dihubungi untuk dimintai komentar, tetapi sebelumnya mengatakan bahwa petugas keamanan tidak dilengkapi dengan peluru tajam.
KPU pada hari Selasa menyampaikan bahwa Presiden Joko Widodo, atau Jokowi, telah memenangkan masa jabatan kedua dengan 55,5 persen suara dalam pemilihan 17 April. Lawannya, mantan jenderal Subianto, telah menolak untuk menerima hasil ini atas dasar kecurangan dan menyatakan dirinya sebagai pemenang.
Tim kampanyenya berencana untuk menantang hasil pemilihan di Mahkamah Konstitusi.
Juru bicara kepolisian Jakarta, Argo Yuwono mengatakan polisi menggunakan gas air mata dan meriam air untuk mengatasi pengunjuk rasa yang melemparkan batu, bom molotov, dan proyektil.
Pemerintah telah mengerahkan sekitar 50.000 polisi dan tentara di Jakarta untuk mengantisipasi unjuk rasa ini, ungkap Yuwono. Banyak penduduk telah meninggalkan kota dan sebagian dari pusat kota ditutup untuk lalu lintas.
Dalam sepekan terakhir, pihak berwenang telah menangkap tiga aktivis pro-Prabowo atas tuduhan makar, kata Dedi Prasetyo, termasuk seorang pensiunan jenderal dan mantan komandan pasukan khusus Indonesia.
Polisi menduga ada rencana untuk menyita bangunan-bangunan penting pemerintahan di Jakarta.