'Kami Harus Berjuang': Ibu Indonesia Mengatakan Anaknya yang Autis Bukanlah Beban bagi Australia

Sebuah keluarga beranggotakan lima orang sedang menunggu keputusan Menteri Imigrasi atas nasib mereka untuk aplikasi penduduk tetap, setelah salah seorang anak laki-laki yang autis di keluarga itu gagal dalam penilaian kesehatan.

PR petition

Dr Yuli Rindyawati with his sons, Dimas Wibowo (R) and Ferdy Dwiantoro (L). Source: Supplied

Sebuah dibuat untuk memberi kesempatan bagi satu keluarga asal Indonesia, yang sudah lebih dari 10 tahun tinggal di Australia, untuk menjadi penduduk tetap. 

Dr Yuli Rindyawati membawa keluarganya, satu suami dan tiga orang anak, untuk tinggal di Australia pada saat ia menjalani pendidikan PhD bidang ekonomi di University of Canberra (UC). Setelah lulus, Yuli bekerja sebagai part-time tutor di UC dan juga full-time manajer di Asian Provision shop, toko yang salah satunya menjual bahan keperluan asal Asia.

Sekitar empat tahun yang lalu Yuli mengajukan permohonan untuk visa penduduk permanen melalui jalur keterampilan atau skill. Salah satu persyaratan pengajuan aplikasi ini adalah tes kesehatan.

"Waktu kami tes kesehatan, empat orang lolos semua," ujar Yuli kepada SBS Indonesian. "Dimas, anak saya yang paling kecil, yang dinyatakan tidak lolos karena kondisi autis.

"Dinyatakan bahwa kondisi autis ini nanti akan berdampak pada biaya yang signifikan terhadap komunitas Australia, terutama di bidang kesehatan dan pelayanan publik."
Terus berjuang agar dapat menetap di Australia, dengan bantuan pengacara imigrasi Yuli mengajukan banding ke Administrative Appeals Tribunal (AAT) dimana ia diminta menyerahkan dokumen-dokumen yang terkait dengan kemajuan Dimas, seperti laporan dari sekolah dan terapis.

Yuli mengatakan bahwa selama ini, biaya dokter dan terapi untuk putranya menggunakan biaya sendiri melalui private health insurance. Oleh karenanya ketika menerima penolakan dengan alasan "biaya", Yuli ingin mencari tahu berapa banyak sebenarnya beban yang akan dikeluarkan oleh para pembayar pajak jika Dimas menjadi penduduk tetap. 

"Oleh Centrelink dihitung estimasi biayanya, dan ternyata anak saya itu hanya mendapatkan bantuan kurang lebih $50 dolar per minggu," ujarnya.

"Saya bilang kalau dikatakan signifikan, bantuan ini cuman 50 dolar dari pemerintah, saya bilang. Jadi signifikannya yang mana."

Yuli mengatakan bahwa ketika ia menyampaikan hal ini ke Tribunal, anggota dari Tribunal juga sedikit kaget. 

"Ternyata member Tribunal ini tidak punya datanya [berapa angka yang dikategorikan signifikan]," ujarnya.

Website Departemen Dalam Negeri Australia menyebutkan bahwa dalam menilai kelayakan seseorang untuk menjadi penduduk Australia, seorang petugas kesehatan Persemakmuran (MOC) yang ditunjuk akan memperkirakan berapa biaya yang akan ditanggung masyarakat selama sisa usia hidup seseorang jika ia memiliki kondisi permanen atau berkelanjutan yang dapat diprediksi.

Departemen tidak akan memberi seseorang visa jika orang tersebut tidak memenuhi persyaratan kesehatan karena kondisinya kemungkinan akan menyebabkan biaya yang signifikan.

"Kami menganggap biaya sebesar AUD40.000 atau lebih sebagai signifikan," .

Yuli mengatakan bahwa meski juga didukung dengan laporan bahwa kondisi autisme Dimas mengalami peningkatan, AAT memutuskan untuk menolak aplikasi kependudukan tetap keluarga ini pada akhir bulan Mei.

Kini, harapan terakhir mereka adalah Ministerial Intervention. 

Bridging Visa E keluarga ini akan habis pada 7 Juli, tetapi Yuli mengatakan bahwa mereka masih menunggu keputusan menteri.

"Menurut informasi dari Departemen Imigrasi, kalau sampai tanggal 7 juli belum ada keputusan dari menteri, nanti Bu Yuli perlu mengajukan permohonan perpanjangan sampai ada keputusan dari menteri," ungkapnya mengutip informasi dari departemen.
PR petition
Dimas had learnt to ride a bike when he was attending Malkara (Special) School. Source: Supplied
Muhammad Dimas Tri Wibowo, saat ini berusia 14 tahun dan duduk di kelas 9 di Woden School, pertama didiagnosa memiliki autisme saat berusia lima tahun ketika akan mendaftar di sekolah di Australia. Yuli mengatakan bahwa dengan terapi dan kunjungan ke dokter anak yang dilakukan secara rutin, pada awal tahun 2019 kondisi Dimas dinyatakan 'moderate' setelah sebelumnya 'severe'. 

Yuli mengatakan bahkan sejak 2017 Dimas sudah tidak lagi perlu diperiksa oleh dokter anak, meski masih melakukan terapi adaptive behaviour dua kali per minggu.

"Si dokter mengatakan anak ini sudah siap untuk memulai kehidupan yang lebih tinggi lagi, maksudnya untuk bekerja. Dan dia juga sudah bisa naik bis sendiri," ujarnya. 

Yuli juga mengatakan bahwa Dimas telah mendapatkan tawaran pekerjaan menjadi shop assistant untuk tahun 2021, setelah ia lulus kelas 10.  

Yuli mengaku bahwa ia melihat banyak kemajuan dari anaknya selama mereka tinggal di Australia, dan bahwa kesempatan yang lebih luas bagi anak berkebutuhan khusus tersedia di negeri ini.

"Saya melihat bagaimana dia maju, bagaimana dia memperoleh kesempatan bekerja di sini," ungkap Yuli. "Fasilitas dan kesempatan untuk sekolah dan bekerja bagi anak-anak autis di Indonesia masih agak susah.

"Saya melihat anak saya tumbuh berkembangnya.. beradaptasinya di sini juga baik gitu.. dan majunya lumayan bagus, saya lihat inilah yang harus kita perjuangkan."
PR petition
Swimming is now one of Dimas' hobbies. Source: Supplied
Meski mengatakan bahwa adaptasi akan menjadi hal yang sangat sulit bagi Dimas jika mereka dipulangkan, Yuli mengaku pasrah jika memang pada akhirnya itulah keputusan Menteri Imigrasi.

"Kami meminta [the] Honourable Minister of Imigration David Coleman untuk sekiranya memberikan kami kesempatan, bagi Dimas terutama, kesempatan untuk diijinkan menetap di Australia ini," ungkap Yuli.

"Dan ingin kami buktikan bahwa anak2 dengan disability bisa menjadi potensi dan tidak selalu menjadi beban bagi negara, bagi komunitas Australia.

"Apalagi Dimas ini sudah memperoleh tawaran pekerjaan karena potensi yang sudah dia dapatkan, dan kemajuan yang sudah dia dapatkan selama dia bersekolah dan terapi di Australia ini. 

"Jadi kami hanya menginginkan, ijinkanlah kami untuk menetap di sini dan kami ingin membuktikan bahwa Dimas tidak akan pernah menjadi beban bagi komunitas Australia." 

Share
Published 1 July 2019 3:18pm
Updated 1 July 2019 3:52pm
By Tia Ardha


Share this with family and friends