Warga Papua Barat Serukan Boikot Massal Pemilu Indonesia

Indonesia akan melakukan pemungutan suara pada 17 April. Namun di Papua Barat, kelompok-kelompok kemerdekaan menyerukan pemboikotan.

Seorang pemimpin kemerdekaan Papua Barat dan nominator Nobel Perdamaian menyerukan pemboikotan massal Pemilu Indonesia mendatang agar perhatian tertuju pada perjuangan kemerdekaan mereka.

Benny Wenda memperoleh suaka politik di Inggris 16 tahun lalu - menyusul pelariannya dari tahanan saat diadili di Papua Barat.

Di pengasingan, ia telah memimpin kampanye penentuan nasib sendiri yang warga Papua Barat katakan kurang sejak Indonesia memperoleh kontrol yang diakui secara internasional atas Papua Barat melalui voting referendum yang disengketakan 50 tahun lalu.
Mr Wenda mengatakan kepada SBS News dari London, bahwa ia menyerukan boikot massal pemilu Indonesia yang akan datang untuk kembali membawa perhatian pada perjuangan kemerdekaan yang telah berlangsung beberapa dekade.

"Ini adalah saat yang kritis bagi rakyat kami karena pemilihan untuk pasukan pendudukan kolonial tidaklah sah," ujar Mr Wenda.
Mulai sekarang kami tidak akan ikut ambil bagian dalam Pemilu Indonesia karena kami bukanlah warga negara Indonesia. - Benny Wenda, pemimpin kemerdekaan Papua Barat
"Kami adalah Melanesia. Kami Pacific islanders... Masyarakat sudah muak - cukup ya cukup."

Pemilu Indonesia


Pada 17 April, lebih dari 190 juta pemilih Indonesia yang terdaftar akan pergi ke tempat pemungutan suara untuk pemilihan presiden dan legislatif.


Presiden petahana Presiden Joko Widodo ditantang oleh mantan jenderal militer Prabowo Subianto.

Subianto juga menantu mantan Presiden Soeharto yang lama menjabat - memimpin Indonesia selama tiga dekade.

Analis Asia Tenggara Damien Kingsbury mengatakan kedua kandidat telah mengadopsi sentimen "nasionalis" dalam kampanye mereka sejauh ini.


"Ada kedua populis yang beroperasi pada agenda populis," ungkapnya.

"Jokowi berusaha memperluas daya tariknya ke pemilih Indonesia menengah. Prabowo jauh lebih menarik bagi mereka yang di bawah."
Indonesian presidential candidate Joko Widodo, popularly known as "Jokowi", left, and his wife Iriana.
Indonesian presidential candidate Joko Widodo, popularly known as "Jokowi", left, and his wife Iriana. Source: AP
Profesor Kingsbury mengatakan meskipun memperoleh suara cukup banyak baru-baru ini, Mr Subianto berada jauh di belakang Presiden Widodo dalam kebanyakan jajak pendapat.

"Jajak pendapat telah menunjukkan bahwa Jokowi berada di sekitar 50 persen dalam hal popularitas," ujarnya.

"Prabowo menguasai sekitar 30 persen dengan sejumlah besar pemilih yang belum memutuskan."

Ini adalah kedua kalinya kedua rival akan berhadapan setelah Presiden Widodo mengalahkan Subianto dalam pemilihan lima tahun lalu.

Menurut Komite Nasional Papua Barat, ratusan ribu orang Papua memboikot pemilihan pada tahun 2014 tersebut.
Indonesian presidential candidate Prabowo Subianto  speaks to supporters during a campaign rally.
Indonesian presidential candidate Prabowo Subianto speaks to supporters during a campaign rally. Source: AP

Militan Papua Barat dukung pemboikotan

Kontrol Indonesia terhadap Papua Barat telah lama menjadi titik awal konflik tingkat rendah yang berlangsung antara pasukan Indonesia dan militan pribumi Papua.

Indonesia baru-baru ini mengerahkan 600 tentara untuk melindungi pembangunan jalan raya utama di Papua Barat, sebagai tanggapan atas pembunuhan 19 pekerja jalan Indonesia. Proyek jalan tersebut merupakan janji Presiden Joko Widodo pada wilayah tersebut.

Dalam bentrokan susulan dengan militan, militer Indonesia mengatakan tiga tentaranya tewas bersama dengan 10 pemberontak.

Namun terlepas dari ekskalasi konflik ini, Profesor Kingsbury mengatakan Papua Barat pada dasarnya "bukan masalah" dalam kampanye Pemilu.

"Kedua kandidat percaya bahwa warga Papua Barat Melanesia harus menerima bahwa mereka orang Indonesia." ungkapnya.

"[Mereka percaya] gerakan separatis [di Papua Barat] pada dasarnya adalah organisasi kriminal."

Dalam pernyataan yang dilihat oleh SBS News, Tentara Pembebasan Papua Barat (TPNPB-OPM) menyatakan niat mereka mendukung dorongan pemboikotan Pemilu 2019.

“TPNPB-OPM tidak pernah mengakui keberadaan Pemerintah Kolonial Republik Indonesia di Tanah Adat Papua,” bunyi pernyataan itu.

Peneliti Human Rights Watch Indonesia Andreas Harsono mengatakan serangan terhadap pekerja jalan Indonesia baru-baru ini merupakan salah satu eskalasi terbesar dalam konflik dalam 20 tahun terakhir.

Dirinya mengatakan bahwa respon militer Indonesia telah merugikan kemanusiaan, membuat hingga 1.500 penduduk desa mengungsi dari kabupaten Nduga dimana serangan itu terjadi.



“Jelas penduduk desa sangat ketakutan [dan] trauma,” katanya.

“Area itu telah menjadi area operasi militer selama 30 tahun terakhir.

"Saat ini operasi keamanan masih berlangsung."

Baca selengkapnya .


Share
Published 10 April 2019 10:33am
Updated 10 April 2019 10:38am
Source: SBS News


Share this with family and friends