Jangan biarkan Papua Barat Jadi Seperti Timor-Leste: Pemimpin Kemerdekaan yang Diasingkan Peringatkan Australia

Pemimpin kemerdekaan Papua Barat, Benny Wenda, telah meminta Perdana Menteri Scott Morrison untuk membuat kecaman publik atas tindakan keras dan berdarah Indonesia terhadap pengunjuk rasa pro-kemerdekaan.

Benny Wenda believes the unrest in West Papua could become another "East Timor", referencing the country's bloody struggle for independence.

Benny Wenda fears the unrest in West Papua could become another "East Timor", referencing the country's bloody struggle for independence. Source: SBS News

Pemimpin kemerdekaan Papua Barat yang diasingkan telah meminta Perdana Menteri Scott Morrison untuk mengutuk langkah keras Indonesia baru-baru ini terhadap demonstran pro-kemerdekaan atau mengambil risiko situasi ini menjadi "Timor Timur yang berikutnya".

Berbicara kepada SBS News dari Oxford di Inggris, dimana ia melarikan diri pada tahun 2003 setelah lolos dari hukuman penjara 25 tahun atas keterlibatannya dalam unjuk rasa, Benny Wenda mengatakan situasi di Papua Barat "sangat mirip" dengan perjuangan berdarah untuk kemerdekaan yang terjadi di Timor-Leste - juga dikenal sebagai Timor Timur - 20 tahun yang lalu.

"Itulah sebabnya saya menyerukan intervensi PBB karena saya tidak ingin ini berakhir seperti Timor Timur," ujarnya.
Benny Wenda believes the unrest in West Papua could become another "East Timor", referencing the country's bloody struggle for independence.
Benny Wenda fears the unrest in West Papua could become another "East Timor", referencing the country's bloody struggle for independence. Source: SBS News
"Saya berharap Perdana Menteri Australia akan membuat pernyataan tentang situasi saat ini. Kami perlu Australia untuk muncul dan membuat pernyataan publik tentang krisis kemanusiaan di Papua Barat."

Ketegangan etnis dan ras yang telah berlangsung lama antara Indonesia dan penduduk asli Papua di wilayah tersebut, yang merupakan bagian dari Indonesia, telah memuncak dalam beberapa pekan terakhir setelah sejumlah bentrokan mematikan terjadi antara pengunjuk rasa pro-kemerdekaan dan pasukan keamanan.

Jumlah orang yang sejauh ini tewas sebagai akibat kerusuhan masih belum dapat dikonfirmasi, tetapi para saksi dari satu bentrokan di Deiyai ​​pada hari Rabu mengatakan setidaknya delapan mayat ditemukan setelah pasukan Indonesia menembaki para pengunjuk rasa.
West Papua protest
Papuan protesters scuffle with police and soldiers during a rally near the presidential palace in Jakarta, Indonesia Source: AAP Image/AP Photo/Dita Alangkara
Video serangan itu, , tampak menunjukkan petugas menembaki para pengunjuk rasa ketika tangan mereka terangkat di atas kepala. 

Pihak otoritas Indonesia mengatakan setidaknya satu tentara tewas dalam bentrokan itu.

Mr Wenda menyerukan agar para pengunjuk rasa di Papua Barat tetap aman dan meminta mereka yang di luar kawasan itu untuk menarik perhatian atas isu ini melalui demo publik.

Hari aksi global telah diselenggarakan oleh Kampanye Papua Merdeka - dipimpin oleh Mr Wenda - untuk akhir pekan ini.

Pemimpin kemerdekaan itu mengatakan dirinya berharap rakyat Australia akan mendukung kemerdekaan masyarakat Papua Barat dengan cara yang sama yang mereka lakukan untuk Timor-Leste.
Setelah hasil referendum mendukung kemerdekaan Timor-Leste dari Indonesia pada Agustus 1999, kelompok-kelompok paramiliter pro-Indonesia menyerang warga sipil dan membakar gedung-gedung, dengan setidaknya 1.400 orang diperkirakan tewas.

Sebagai tanggapan, Australia dengan cepat melakukan intervensi dengan mengerahkan pasukan resmi PBB yang dikenal sebagai INTERFET (International Force East Timor), yang sebagian besar terdiri dari personil Angkatan Bersenjata Australia, untuk membangun dan memelihara perdamaian.

"Apa yang terjadi, adalah Indonesia melakukan genosida dan ini adalah kejahatan atas kemanusiaan," kata Mr Wenda.

"Berapa banyak orang yang  harus tewas agar PBB melakukan intervensi, untuk datang ke Papua Barat dan melihat apa yang terjadi?"
Seorang juru bicara Departemen Luar Negeri dan Perdagangan (DFAT) mengatakan kepada SBS News pada hari Senin bahwa Australia "mengakui integritas dan kedaulatan wilayah Indonesia atas provinsi Papua".

"Posisi kami jelas ditentukan oleh Perjanjian Lombok antara Indonesia dan Australia," lanjut pernyataan itu.

Perjanjian Lombok adalah perjanjian antara Indonesia dan Australia yang menguraikan kewajiban keamanan masing-masing negara.

Damien Kingsbury, seorang pakar keamanan Asia Tenggara di Deakin University, mengatakan kepada SBS News bahwa Australia tidak mungkin dapat campur tangan karena perjanjian itu, dan karena Papua Barat secara resmi diakui oleh PBB sebagai bagian dari Indonesia.

"Australia tidak mungkin meminta PBB untuk campur tangan dengan cara apa pun karena sejumlah alasan, paling tidak adalah Perjanjian Lombok yang menghalangi keterlibatan Australia dalam masalah Papua Barat dan menghormati kedaulatan Indonesia," ujarnya.

"Papua Barat diakui oleh PBB sebagai bagian dari Indonesia. Timor Timur tidak pernah diakui oleh PBB sebagai bagian dari Timor Timur dan itu adalah perbedaan mendasar yang membuat penyelesaian masalah Papua Barat jauh lebih sulit."
Juru bicara Partai Buruh untuk urusan luar negeri, Penny Wong, mengatakan kepada SBS News bahwa partainya "sangat prihatin" tentang laporan kekerasan yang berlangsung, tetapi "sepenuhnya menghormati integritas wilayah Indonesia".

"Kami menyerukan untuk tenang dan menahan diri, dan sangat mendesak penghormatan atas hak asasi manusia," ujarnya.

"Rasa hormat untuk integritas teritorial satu sama lain diabadikan dalam Perjanjian Lombok, yang tetap menjadi landasan kerja sama keamanan antara kedua negara."
Four Australians to be deported from Papua.
Three Australians have been deported from Indonesia, and a forth is set to depart on Wednesday, after they were accused of joining a pro-independence protest. Source: SBS News
Pernyataan itu muncul sementara  setelah dideportasi dari Indonesia karena diduga berpartisipasi dalam unjuk rasa pro-kemerdekaan.

Tom Baxter, 37, Danielle Joy Hellyer, 31, dan Ruth Cobbold, 25, ditangkap oleh tentara Indonesia bersama dengan Cheryl Davidson, 36, setelah diduga bergabung dengan unjuk rasa di luar kantor wali kota di Sorong, Papua Barat, pada 27 Agustus.

Polisi menuduh kelompok itu memegang bendera kecil bintang kejora, simbol kemerdekaan Papua Barat, yang dilarang di Indonesia.

Ms Davidson diperkirakan akan terbang dari Bali ke Australia pada hari Rabu.

"Apa yang terjadi di Papua Barat mengkhawatirkan dunia. Dan dunia sudah melihatnya, dunia sedang menontonnya," kata Mr Wenda.

"Suatu hari kami akan bebas."

DFAT telah dihubungi untuk dimintai komentar.

Share
Published 4 September 2019 11:49am
Source: SBS News


Share this with family and friends