Gempa dan Tsunami Indonesia: Saatnya Pikirkan Kembali tentang Sistem Peringatan?

Pertanyaan bermunculan terkait sistem peringatan dini yang dirancang untuk mencegah jatuhnya korban jiwa setelah tsunami yang terjadi hari Jumat lalu di Indonesia.

Sistem peringatan dini yang dapat mencegah jatuhnya korban jiwa dalam tsunami yang melanda sebuah pulau di Indonesia pekan lalu telah terhenti dalam fase pengujian selama bertahun-tahun.

Jaringan sensor dasar laut, gelombang suara sarat data dan kabel serat optik dimaksudkan untuk menggantikan sistem yang dibuat setelah gempa bumi dan tsunami menewaskan hampir 250.000 orang di negara tersebut pada tahun 2004.

AP melaporkan "perselisihan antar-departemen" dan penundaan dalam menyelesaikan proyek itu berarti bahwa proyek ini tidak bergerak lebih jauh dari tahap prototipe, yang awalnya dibuat dengan bantuan senilai 3 juta dolar dari Yayasan Ilmu Pengetahuan Nasional AS.

Sulawesi Tengah diserang gelombang setinggi enam meter, menyusul gempa bumi berkekuatan 7,5 yang menewaskan lebih dari 800 orang pada hari Jumat lalu (28/09).
Earthquake-affected people wait for an evacuation flight by the Indonesian military at the airport in Palu, Indonesia's Central Sulawesi on September 30, 2018, following the September 28 earthquake and tsunami.
People wait for an evacuation flight by the Indonesian military at the airport in Palu. Source: AFP


Ribuan orang juga kehilangan tempat tinggal akibat tsunami, sementara pihak berwenang memperkirakan jumlah korban tewas akan masih terus meningkat.

"Bagi saya hal ini merupakan tragedi bagi ilmu pengetahuan, terlebih lagi merupakan tragedi bagi masyarakat Indonesia seperti yang dialami oleh penduduk Sulawesi saat ini," kata pakar manajemen penanganan bencana dari Universitas Pittsburgh Louise Comfort kepada AP.

"Menyakitkan hati untuk dilihat ketika sebenarnya ada jaringan sensor yang dirancang dengan baik yang dapat memberikan informasi penting." 

Menyusul tsunami tahun 2004 yang menghancurkan, Indonesia berfokus pada opsi teknologi tinggi untuk memperingatkan penduduk di negara-negara di wilayah Samudera Hindia. 

Badan geofisika Indonesia juga mendapat kecaman karena mencabut peringatan tsunami 34 menit setelah dikeluarkan pertama kali, menyusul terjadinya gempa. 

Badan itu mengatakan mereka mengikuti prosedur operasi standar dan mengambil keputusan untuk mencabut peringatan tersebut berdasarkan data yang tersedia dari sensor pasang surut air laut yang terdekat, sekitar 200 km dari Palu.

"Kami tidak memiliki data observasi di Palu. Jadi kami harus menggunakan data yang kami miliki dan membuat keputusan berdasarkan data itu," ujar Rahmat Triyono, kepala pusat gempa bumi dan tsunami di BMKG.

Dirinya mengatakan bahwa pengukur pasang surut terdekat, yang mengukur perubahan di permukaan laut, hanya mencatat gelombang setinggi enam sentimeter yang "tidak signifikan" dan tidak memperhitungkan gelombang raksasa di dekat Palu.

Share
Published 2 October 2018 11:08am
Updated 2 October 2018 11:18am
Presented by Tia Ardha
Source: SBS News


Share this with family and friends